fbpx

BIMBINGAN TEKNIS MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS DESA UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAH DESA BERBASIS KINERJA

Silabus Training:
BIMBINGAN TEKNIS MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS DESA UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAH DESA BERBASIS KINERJA

LATAR BELAKANG:
Pembangunan perdesaan sebagaimana disebutkan dalam RPJPN 2005–2025, diarahkan untuk mewujudkan Misi Pembangunan Yang Lebih Merata Dan Berkeadilan melalui pengembangan agroindustri berbasis pertanian dan kelautan, di dukung kapasitas sumber daya manusia dan modal sosial perdesaan, pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan, akses kepada informasi, pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi, serta intervensi kebijakan yang berpihak kepada produk pertanian perdesaan nasional.
Pembangunan perdesaan dalam pembangunan jangka panjang juga diarahkan untuk mewujudkan Misi Bangsa Yang Berdaya Saing, melalui modernisasi dan peningkatan nilai tambah produk pertanian, kelautan dan pertambangan, yang didukung dengan pelayanan transportasi perintis di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan; pengembangan jasa infrastruktur dan keuangan perdesaan; perdagangan luar negeri yang berpihak pada perlindungan perdesaan; serta akses pendanaan bagi keluarga miskin di perdesaan.
Lebih rinci, arah pembangunan Desa sebagaimana ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Pembangunan Kawasan Perdesaan yang merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota, diarahkan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa, melalui penetapan dan pemanfaatan wilayah pembangunan desa sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota; peningkatan pelayanan masyarakat perdesaan; pembangunan infrastruktur, ekonomi perdesaan, dan teknologi tepat guna; serta peningkatan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.
Adapun isu-isu strategis pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah:
1. Tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di perdesaan yang masih rendah. Kemiskinan di perdesaan dapat disebabkan oleh keterisolasian wilayah dimana terdapat keterbatasan akses mobilitas transportasi, terutama di desa-desa kepulauan dan perbatasan; rendahnya nilai tukar petani maupun upah penduduk desa yang bekerja sebagai petani/nelayan gurem maupun buruh di sektor pertanian, perikanan/kelautan, perkebunan dan pertambangan; bencana alam dan perubahan iklim yang menghambat penduduk desa untuk mencari nafkah; ketidakmampuan sebagian masyarakat perdesaan untuk menabung; konflik kewilayahan dan politik yang menyebabkan tingginya friksi di masyarakat. Selain itu, penduduk desa yang bekerja di sektor pertanian yaitu sekitar 57 persen pada tahun 2012 dihadapkan pada upah bulanan yang masih sangat rendah. Hal ini memicu semakin meningkatnya peralihan lapangan pekerjaan di perdesaan menjadi ke arah non pertanian dan semakin mendorong migrasi penduduk ke perkotaan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak.
2. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik maupun non-fisik di desa dan kawasan perdesaan yang belum memadai. Keterbatasan dan penyediaan sarana prasarana dan tenaga pendidikan dan kesehatan yang belum memadai menyebabkan kualitas sumber daya manusia perdesaan rendah. Selain itu, ketersediaan lingkungan permukiman perdesaan seperti air bersih, perumahan, sanitasi dan drainase juga masih belum memadai sehingga sebagian besar masyarakat perdesaan terutama di desa-desa perbatasan, terpencil dan kepulauan hidup dalam kondisi yang tidak layak. Akses terhadap listrik, transportasi dan telekomunikasi juga masih rendah terutama di desa-desa perbatasan, terpencil dan kepulauan.
3. Ketidakberdayaan masyarakat perdesaan akibat faktor ekonomi maupun non ekonomi. Ketidakberdayaan masyarakat perdesaan dapat disebabkan oleh faktor ekonomi maupun non ekonomi. Masih rendahnya keberlanjutan pembangunan di desa, disebabkan antara lain karena tingkat kemandirian masyarakat masih rendah. Masyarakat adat dan desaadat juga belum optimal direkognisi dan rendahnya integrasi budaya danadat istiadat masyarakat adat dalam pembangunan. Hal tersebut utamanya disebabkan kurangnya pendampingan pada masyarakat dalam pengelolaan desa dan pelaksanaan pembangunan.
4. Pelaksanaan tata kelola pemerintahan Desa yang memerlukan penyesuaian dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah desa semakin dituntut untuk semakin efektif, efisien dan akuntabel. Pemerintah desa diharapkan dapat memberikan pelayanan yang semakin baik bagi masyarakat desanya serta mampu menjalankan kewenangan desa sesuai dengan peraturan perundangan. Namun demikian, kondisi desa yang sangat beragam dan juga kapasitas sumber daya manusia pemerintahan desa dan kelembagaan masyarakat desa dalam tata kelola pemerintahan Desa masih sangat bervariasai dan pada umumnya dinilai masih rendah. Dengan adanya UU Desa, kualitas tata kelola Pemerintah Desa menjadi penting, mengingat bahwa Pemerintah Desa harus dapat membuat perencanaan Desa dan mengelola keuangan Desa secara mandiri dan akuntabel. Kualitas sumber daya manusia turut dipengaruhi oleh motivasi dan tingkat pendidikan kepala desa dan perangkatnya. Dalam beberapa kasus, sumber daya manusia yang kompeten lebih memilih untuk merantau dan mencari penghidupan yang lebih baik di luar desanya daripada tinggal dan membangun desanya.
5. Kualitas lingkungan hidup masyarakat desa memburuk dan sumber pangan yang terancam berkurang. Isu strategis terkait penggunaan lahan di desa-desa adalah tingginya konversi lahan produktif menjadi lahan terbangun. Pengaruh dari aktifitas perkotaan turut mengubah mata pencaharian masyarakat desa dari pertanian menjadi jasa dan perdagangan. Penataan ruang kawasan perdesaan yang masih belum optimal memberikan peluang bagi kawasan-kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan juga harus terkonversi, sehingga menimbulkan dampak berkurangnya sumber daya air. Hal tersebut menyebabkan kualitas lingkungan hidup masyarakat desa memburuk dan sumber pangan menjadi berkurang.
6. Pengembangan potensi ekonomi lokal desa yang belum optimal akibat kurangnya akses dan modal dalam proses produksi, pengolahan, maupun pemasaran hasil produksi masyarakat desa. Permasalahan yang selalu terjadi di desa, terutama di desa-desa terpencil adalah keterbatasan infrastruktur. Jalan-jalan dari dan menuju desa masih banyak yang berupa jalan setapak yang sulit dilalui oleh kendaraan. Kondisi geografis yang berat juga turut mempengaruhi kelancaran akses masyarakat desa ke kota, padahal kemudahan aksesibilitas ini sangat diperlukan untuk membangun keterkaitan antara desa-kota. Ketersediaan sumber daya di perdesaan tidak diikuti dengan adanya infrastruktur transportasi yang baik sehingga menyulitkan masyarakat desa untuk memasarkan hasil produksinya. Kualitas layanan infrastruktur desa yang buruk juga mempengaruhi rendahnya layanan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat desa. Akses masyarakat ke pusat layanan kesehatan relatif jauh dengan infrastruktur yang buruk menyulitkan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Dari segi ketersediaan infrastruktur listrik dan telekomunikasi, kondisinya tidak jauh berbeda. Belum semua desa teraliri listrik, pada tahun 2012 tercatat 76,6 persen rumah tangga di desa yang telah menggunakan listrik. Terkait jaringan telekomunikasi, sambungan telepon kabel maupun sinyal telepon nirkabel masih sangat terbatas di perdesaan. Segala keterbatasan ini membuat masyarakat Desa tidak memiliki akses yang cukup untuk melakukan proses produksi, pengolahan, maupun pemasaran dengan optimal sehingga interaksi ekonomi dari desa ke kota menjadi terhambat.
Perencanaan strategis merupakan proses secara sistematis dan berkelanjutan dari keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis. perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul.
Setidaknya muatan Rencana Strategis, adalah:
1. Memuat secara jelas arah masa depan yang hendak dituju (where do we want to be)? (Visi, Tujuan dan Sasaran)
2. Renstra mempertimbangkan kondisi saat ini (where are we now)? (Nilai-nilai, SWOT analysis dan misi organisasi)
3. Memuat cara-cara mencapai tujuan dan sasaran (how to get there)? (Kebijakan, Progran dan Kegiatan)
4. Memuat ukuran keberhasilan (how do we measure our progress)? (Indikator kinerja).
Dalam proses penyusunan Renstra, perlu melibatkan semua pihak (Partisipatif), menggunakan Teknik Analisis Manajemen, harus menggambarkan core business instansi pemerintah, dan memperhatikan proses timbal balik. Perencanaan Kinerja merupakan proses penyusunan Rencana Kinerja sebagai penjabaran dari Sasaran dan Program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Kegiatan utama penyusunan rencana kinerja, yaitu menetapkan target indikator sasaran, merumuskan kegiatan Pokok, merumuskan indikator kegiatan, merumuskan satuan setiap indikator kegiatan, dan menetapkan target setiap indikator pada kegiatan yang satuannya telah ditetapkan.

Adapun manfaat Perencanaan Kinerja, adalah: menghubungkan perencanaan strategis dan perencanaan operasional secara terinci, menajamkan dan mengoperasionalkan rangkaian perencanaan sampai penganggaran, membantu pencapaian hasil pelaksanaan program, memudahkan proses pengukuran dan penilaian kinerja, membantu pemantauan dan evaluasi kinerja, dan membantu dalam menetapkan target kinerja. Prasyarat yang harus diperhatikan dalam penyusunan Perencanaan Kinerja, yaitu; (1) Sudah ada dokumen Renstra atau perencanaan jangka menengah; (2) Sudah ada kejelasan mengenai perumusan tujuan dan sasaran yang jelas, spesifik, dan dapat diukur; (3) Sudah ada perumusan strategi yang jelas dan dapat ditentukan waktu pelaksanaannya ; dan (4) Terdapat hubungan yang rasional antara sumber daya dan outcome (hasil yang diinginkan). Tahapan dalam menentukan Target Kinerja, yang perlu dilakukan adalah:
1. Mempelajari dan menentukan tingkat kinerja yang diinginkan dengan sasaran yang ingin dicapai;
2. Menentukan tingkat kinerja dengan mempertim-bangkan tahapan pelaksanaan program/kegiatan;
3. Mempertimbangkan kemampuan riil pengerahan sumber daya;
4. Menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan dalam bentuk target.

TUJUAN :
1. Memahami cara menyusun Renstra yang benar.
2. Mampu membuat renstra dengan benar dan impplementatif.

CAKUPAN MATERI TRAINING:
Alur proses membuat Renstrad Desa secara komprehensif dan base on theory Strategic Planning sebagai berikut dalam gambar 1:

Gambar 1: Strategic Planning Model

Gambar 2:
The Building-Block View of Strategic Planning
Sumber : (Bryson & Alston, 2005)

1. Assessment model SWOT
2. Membuat Baseline: Identifikasi dan analisis isu isu strategis
3. Pengembangan Strategis, Action Plan, Budgeting
4. Teknik Evaluasi, Monitoring dan Implementasi.

METODE PEMBELAJARAN:
Workshop adalah sebuah acara pembelajaran yang singkat dan intensif, dengan topik yang relatif sempit, dan biasanya menekankan pertukaran informasi, interaksi antar peserta, dan pembahasan yang sering bersifat tutorial dan cenderung teknis. Karena sifatnya yang lebih teknis, sering diberikan setelah ada pemberian informasi yang lebih menekankan teori.

DURASI PELATIHAN:
2 hari, jika diperlukan sampe menghasikan produk Renstra yang benar-benar akuntabel diperlukan pendampingan 1-2 minggu.

VENUE : Yogyakarta (Ibis Styles Hotel/ Ibis Malioboro Hotel/ Jambuluwuk Hotel/ Cavinton Hotel/ Grand Zuri Hotel, dll)

TRAINING DURATION : 2 days

TRAINING TIME :

Januari 2024 Februari 2024 Maret 2024 April 2024
3 - 4 Januari 2024 5 - 6 Februari 2024 4 - 5 Maret 2024 1 - 2 April 2024
8 - 9 Januari 2024 12 - 13 Februari 2024 12 - 13 Maret 2024 22 - 23 April 2024
15 - 16 Januari 2024 19 - 20 Februari 2024 18 - 19 Maret 2024 29 - 30 April 2024
22 - 23 Januari 2024 26 - 27 Februari 2024 25 - 26 Maret 2024  
29 - 30 Januari 2024      
       
Mei 2024 Juni 2024 Juli 2024 Agustus 2024
6 - 7 Mei 2024 3 - 4 Juni 2024 1 - 2 Juli 2024 5 - 6 Agustus 2024
13 - 14 Mei 2024 10 - 11 Juni 2024 8 - 9 Juli 2024 12 - 13 Agustus 2024
20 - 21 Mei 2024 19 - 20 Juni 2024 15 - 16 Juli 2024 19 - 20 Agustus 2024
27 - 28 Mei 2024 24 - 25 Juni 2024 22 - 23 Juli 2024 26 - 27 Agustus 2024
    29 - 30 Juli 2024  
       
September 2024 Oktober 2024 November 2024 Desember 2024
2 - 3 September 2024 1 - 2 Oktober 2024 4 - 5 November 2024 2 - 3 Desember 2024
9 - 10 September 2024 7 - 8 Oktober 2024 11 - 12 November 2024 9 - 10 Desember 2024
16 - 17 September 2024 14 - 15 Oktober 2024 18 - 19 November 2024 16 - 17 Desember 2024
23 - 24 September 2024 21 - 22 Oktober 2024 25 - 26 November 2024 23 - 24 Desember 2024
  28 - 29 Oktober 2024   30 - 31 Desember 2024

INVESTMENT/ PERSON :
1. Rp. 4.500.000/person (full fare) or
2. Rp. 4.250.000/person (early bird, payment 1 week before training) or
3. Rp. 3.950.000/person (if there are 3 persons or more from the same company)

FACILITIES FOR PARTICIPANTS :
1. Training Module
2. Flash Disk contains training material
3. Certificate
4. Stationeries: NoteBook and Ballpoint
5. T-Shirt
6. Backpack
7. Training Photo
8. Training room with Full AC facilities and multimedia
9. Lunch and twice coffeebreak every day of training
10. Qualified Instructor